Kriteriakebudayaan, yang mana didasarkan pada keberadaaan persamaan kebudayaan, etnik, ataupun aspek - aspek yang berkaitan lainnya. Dalam hubungan antar kelompok terdapat juga empat dimensi yang menjadi unsur pembentuk kelompok sosial. Dimensi - dimensi tersebut adalah sebagai berikut: Adanya interaksi dan juga komunikasi yang Sebagaisebuah proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan dimensi waktu. Dimensi ruang yang dapat diartikan jarak semakin dekat atau dipersempit sedangkan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. MenurutMiller, dimensi-dimensi ini berkaitan satu sama lain, namun yang paling penting adalah faktor jumlah komunikator, karena inilah yang menjadi kunci dimensi situasional tersebut. Ini berarti dengan menambah jumlah orangg maka berubah pula situasi komunikasinya. Jadi pemahaman terhadap konsep komunikasi antar budaya sangat membantu Untukmencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks Komunikasi Antar-Budaya, ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan: 1 Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan; 2. Konteks sosial tempat terjadinya Komunikasi Antar-Budaya 3. Saluran Komunikasitersebut memberikan dimensi antar budaya. Sehingga dengan kata lain, komunikasi antar kebudayaan yang terjadi merupakan dampak yang sangat positif. Hal tersebut dapat memudahkan bersosialisasi antar daerah dan dapat membangun kesatuan serta persatuan. Dalamkomunikasi antarbudaya terdapat konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Hubungan antarkeduanya bersifat timbal balik dan fungsional. Budaya memengaruhi komunikasi dan turut men ciptakan dan memelihara realitas budaya dalam komunitas masyarakat yang berbudaya. Komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan dan dimensikomunikasi Kamis, 17 November 2016. Dimensi Komunikasi. Budaya perusahaan sedang hangat dibicarakan oleh para pakar yang melakukan penelitian dibeberapa perusahaan mengenai peranan dan penerapan Budaya perusahaan serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan, pemacu prestasi perusahaan yang besangkutan dalam kompetisi antar perusahaan balikdan komunikasi kejadian kesalahan, keterbukaan komunikasi, teamwork antar unit dalam rumah sakit, staffing, handoffs (serah terima) dan transisi dan respon tidak menyalahkan terhadap kejadian kesalahan. Berdasarkan 12 dimensi yang terdapat dalam survey budaya keselamatan pasien menurut AHRQ, terdapat 1 dimensi yang dianggap penting yang Istilah"bidang" digunakan untuk menunjuk wujud benda yang datar, sedangkan bangun /bentuk menunjukkan wujud benda yang tampak memiliki volume (mass), meskipun pada seni rupa 2 dimensi, volume tersebut hanya ilusi. Ruang. Ruang dalam karya seni rupa 2 dimensi berarti kesan dimensi dari objek atau background yang terdapat pada karya seni. komunikasiantar-budaya akan diuraikan, baik secara teoritis maupun praksis dalam konteks Indonesia, khususnya konflik etnis Dayak dan yaitu sebagai dimensi-dimensi budaya.2 Kedua, 2 Tiga dimensi budaya ini diusulkan Kim untuk mengklarifikasi istilah "budaya" yaitu: (1) level budaya kelompok sang komunikator, (2) konteks J6wQ. Komunikasi antar budaya merupakan proses komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang memiliki kebudayaan berbeda-beda, baik beda ras, etnik, sosial ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan. Komunikasi antar budaya terus berkembang, apalagi disaat manusia bisa bebas berkomunikasi karena adanya perkembangan teknologi. Kebudayaan merupakan cara hidup yang berkembang dan dianut oleh masyarakat serta berlangsung dari generasi ke generasi selanjutnya. Komunikasi yang terjalin karena adanya perbedaan merupakan hasil dari keanekaragaman, pengalaman, nilai, dan juga cara pandang dari masing-masing budaya. Hamid Mowlana menyebutkan jika komunikasi antar budaya sebagai human flow across national boundaries. Sedangkan Fred E. Jandt mengatakan bahwa komunikasi antar budaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang-orang yang memiliki perbedaan dalam budayanya. Pengertian Komunikasi Antar BudayaPeran Bahasa dalam Komunikasi Antar BudayaHakikat Komunikasi Antar Budaya1. Enkulturasi2. AkulturasiFungsi Komunikasi Antar Budaya1. Fungsi Pribadia. Menyatakan Identitas Sosialb. Menyatakan Integrasi Sosialc. Menambah Pengetahuand. Melepaskan Diri2. Fungsi Sosiala. Fungsi Sosial Pengawasanb. Menjembatanic. Sosialisasi Nilaid. Menghibur3. Menyatakan Identitas Sosial4. Menyatakan Integrasi Sosial5. Menambah Pengetahuan6. Hubungan InteraksiPrinsip Komunikasi Antar Budaya1. Relativitas Bahasa2. Bahasa Sebagai Cermin Budaya3. Mengurangi Ambigu Antar Budaya4. Perbedaan Antar Budaya5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antar Budaya6. Memaksimalkan Hasil InteraksiBentuk Komunikasi Antar Budaya1. Komunikasi Internasional2. Komunikasi Antar Ras3. Komunikasi Antar EtnisFaktor Terjadinya Komunikasi Antar Budaya1. Mobilitas2. Ekonomi4. Imigrasi5. PolitikManfaat Mempelajari Komunikasi Antar BudayaKategori SosiologiMateri Sosiologi Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antar budaya adalah sebuah proses negosiasi atau pertukaran dari sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan dengan cara Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antar budaya yang juga membahas satu tema yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan. Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung pada persetujuan antar subjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama. Sebagai pembimbing sebuah perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan berbagai macam cara. Selain itu kajian komunikasi antar budaya berakar dari beberapa kajian ilmu lainnya, yaitu seperti sosiolinguistik, sosiologi, antropologi budaya, dan psikologi. Dari keempat kajian ilmu tersebut, psikologi menjadi acuan utama dalam menjelaskan komunikasi lintas budaya, khususnya psikologi lintas budaya. Sumber Peran Bahasa dalam Komunikasi Antar Budaya Komunikasi yang terjadi antar budaya seringkali terdengar. Hal ini karena kebudayaan atau pola hidup mereka yang berbeda akan membuat kesalahpahaman di antara kedua individu. Sehingga, perlu adanya sesuatu yang dapat menurunkan tingkat kesalahpahaman di antara kedua individu agar tidak terjadi pertikaian. Hal itu dapat ditemukan pada bahasa baik verbal maupun nonverbal. Peranan bahasa saat ini merupakan alat yang tentunya sangat berperan penting dalam komunikasi antar budaya. Dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa kebangsaan, maka akan meminimalisir kesalahpahaman. Karena, bahasa sendiri yang dapat memilah mana marah, mana senang, dan mana yang sedih. Dan juga, bahasa merupakan simbolik dari rasa. Hakikat Komunikasi Antar Budaya Terdapat beberapa macam pada hakikat komunikasi antar budaya, yaitu 1. Enkulturasi Enkulturasi mengacu pada proses yang mana kultur atau budaya ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita bisa mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Dan bagi orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru utama dalam bidang kultur. 2. Akulturasi Akulturasi mengacu pada proses yang mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lainnya. Fungsi Komunikasi Antar Budaya 1. Fungsi Pribadi Fungsi pribadi adalah fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seseorang individu. Berikut identitas pada fungsi pribadi a. Menyatakan Identitas Sosial Dalam proses komunikasi antar budaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang bisa digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan non verbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang. b. Menyatakan Integrasi Sosial Inti dari konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar pribadi, antar kelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap unsur. Dan perlu dipahami pula bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus komunikasi antar budaya yang melibatkan perbedaan budaya antara komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan pada prinsip utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antar budaya adalah saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikianlah komunikator dan komunikan bisa meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka. c. Menambah Pengetahuan Seringkali dalam komunikasi antar pribadi maupun antar budaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing. d. Melepaskan Diri Terkadang kita dalam berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang simetris. Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perilaku yang berbeda. Perilaku pada seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku yang komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan. Sebaliknya, hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku yang lainnya. 2. Fungsi Sosial a. Fungsi Sosial Pengawasan Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktik komunikasi antar budaya di antara komunikator dan komunikan yang berbeda kebudayaan berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antar budaya fungsi ini bermanfaat untuk menginformasikan “perkembangan” tentang lingkungan. Fungsi seperti ini lebih banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarkan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi di sekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda. b. Menjembatani Dalam proses komunikasi antar budaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu bisa terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya akan saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan oleh berbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa. c. Sosialisasi Nilai Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain. d. Menghibur Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antar budaya. Misalnya menonton tarian tradisional. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antar budaya. 3. Menyatakan Identitas Sosial Dengan adanya komunikasi antar budaya, individu tersebut dapat menunjukkan identitas sosialnya sendiri. 4. Menyatakan Integrasi Sosial Komunikasi antar budaya dapat menyatukan dan mempersatukan antar pribadi dalam interaksi tersebut. 5. Menambah Pengetahuan Komunikasi antar budaya pun dapat memberikan wawasan yang baru, bahkan wawasan yang belum pernah diketahui oleh individu tersebut. 6. Hubungan Interaksi Selain itu, komunikasi antar budaya juga dapat menciptakan hubungan yang komplementer serta hubungan yang selaras. Prinsip Komunikasi Antar Budaya 1. Relativitas Bahasa Gagasan umum bahwa bahasa mempengaruhi pemikiran dan juga perilaku yang paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan di sepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa mempengaruhi proses kognitif kata. Karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda dalam hal karakteristik semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia. 2. Bahasa Sebagai Cermin Budaya Bahasa tentu mencerminkan suatu budaya. Semakin besar perbedaan budayanya, maka semakin nampak perbedaan komunikasinya, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat non verbal. Semakin besar perbedaan antara budaya maka semakin sulit pula komunikasi untuk dilakukan. 3. Mengurangi Ambigu Antar Budaya Tahukah Grameds, semakin besar perbedaan antar budaya, maka semakin besarlah ketidakpastian dan ambiguitas dalam sebuah komunikasi. Banyak dari komunikasi kita yang berusaha mengurangi ketidakpastian ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena ketidakpastian dan ambiguitas yang lebih besar, maka diperlukan lebih banyak pula waktu dan juga upaya untuk mengurangi ketidakpastian dan untuk berkomunikasi secara lebih bermakna. 4. Perbedaan Antar Budaya Semakin besar perbedaan antar budaya, maka semakin besar pula kesadaran diri para partisipan selama komunikasi berlangsung. Hal ini memiliki konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Dan negatifnya, tentu ini akan membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri. 5. Interaksi Awal dan Perbedaan Antar Budaya Perbedaan antar budaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya. 6. Memaksimalkan Hasil Interaksi Dalam komunikasi antar budaya seperti dalam semua komunikasi, kita tentu berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank 1989 mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antar budaya. Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka pikirkan akan memberikan hasil positif. Hal ini karena komunikasi antar budaya itu sulit, dan mungkin Grameds akan menghindarinya. Dengan demikian, misalnya Grameds akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda. Kedua, jika kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, jika kita membuat prediksi tentang makna perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif. Dalam komunikasi, Grameds mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pemilihan topik, posisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan sebagainya. Kemudian, Grameds bisa melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil positif dan berusaha tidak melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil negatif. Sumber Bentuk Komunikasi Antar Budaya Komunikasi antar budaya tentu memiliki bentuk-bentuknya. Berikut bentuk-bentuk dari komunikasi antar budaya, yaitu 1. Komunikasi Internasional International Communications atau komunikasi internasional adalah bentuk komunikasi antar budaya yang terjadi antara dua negara atau lebih. Bentuk ini dapat dilihat dari berbagai macam kegiatan diplomasi maupun propaganda yang seringkali berkaitan dengan kondisi intercultural atau antar budaya dan interracial atau antar ras. Pada bentuk komunikasi ini cenderung berkaitan dengan kepentingan suatu negara dengan negara lainnya yang meliputi permasalahan ekonomi, politik, pertahanan dan lainnya. 2. Komunikasi Antar Ras Komunikasi antar ras atau interracial communication adalah sebuah bentuk komunikasi yang terjadi apabila adanya interaksi atau proses komunikasi pada individu atau kelompok yang berbeda ras. Bentuk komunikasi ini memiliki ciri utama, yaitu komunikan dan komunikator berasal dari ras yang berbeda. Ras sendiri merupakan klasifikasi sekelompok individu berdasarkan karakteristik biologis. 3. Komunikasi Antar Etnis Komunikasi antar etnis atau Interethnic Communication adalah bentuk komunikasi yang mana proses komunikasinya berasal dari etnis yang berbeda. Kelompok etnik adalah kelompok orang yang ditandai dengan bahasa dan asal-usul yang sama. Oleh karena itu, komunikasi antar etnis merupakan komunikasi antarbudaya. Faktor Terjadinya Komunikasi Antar Budaya Dalam terjadinya komunikasi antar budaya terdapat beberapa faktor, yaitu 1. Mobilitas Perjalanan dari negara satu ke negara lainnya bukan menjadi hal yang khusus lagi, atau kegiatan seperti ini sudah menjadi kegiatan yang umum dilakukan oleh masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya peluang-peluang bisnis yang menggiurkan dan pendidikan yang menjamin. Sehingga terjadilah mobilitas yang luas dan terjadilah berbagai budaya yang menyatu pada satu wilayah. 2. Ekonomi Faktor ekonomi juga mempengaruhi adanya komunikasi antarbudaya. Seperti contohnya, negara Indonesia yang memiliki ekonomi berkembang akan mengalami ketergantungan dengan negara yang memiliki tingkat perekonomian tinggi. Sehingga, terjadilah perpindahan pekerjaan dan terjadilah penyatuan budaya dalam Teknologi akhir-akhir ini memang tumbuh semakin pesat. Sehingga teknologi pun mampu membawa kultur luas masuk ke suatu wilayah yang dapat mempengaruhi budaya bangsa. Oleh karena itu, teknologi pun mampu membuat komunikasi antarbudaya ini menjadi lebih mudah dan praktis. Bahkan cepat atau lambat, teknologi dapat memberikan dampak akan terjadinya pertukaran budaya secara besar-besaran. 4. Imigrasi Sudah tidak aneh lagi, ketika kita berjalan di rumah sendiri, kita melihat orang asing di sekeliling kita. Hal itu terjadi karena adanya kegiatan imigrasi untuk suatu kepentingan. Sehingga, terjadilah penyatuan budaya atau biasa disebut dengan akulturasi. Akulturasi tersebut menyebabkan terjadinya komunikasi antarbudaya. 5. Politik Kepentingan politik pun juga ikut andil memberikan dampak munculnya komunikasiantar budaya. Seperti halnya saat Raja Arab berkunjung ke Indonesia, atau sebaliknya, saat Presiden Jokowi berkunjung ke Negara Australia. Kunjungan negara inilah yang mendatangkan komunikasi antar budaya. Manfaat Mempelajari Komunikasi Antar Budaya Berbeda halnya dengan komunikasi antarbudaya. Komunikasi yang terletak pada pola hidup atau cara hidup seseorang yang berbeda-beda dan seringkali membuat kesalahpahaman antar individu ketika berkomunikasi. Sehingga, kita perlu adanya mempelajari komunikasi antarbudaya ini. Dengan kita mau mempelajari komunikasi antarbudaya ini, maka kita akan mendapatkan manfaat dalam berkomunikasi. Seperti halnya ketika kita bertemu dengan orang yang pola hidup berbeda dengan kita. Hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman bahkan pertikaian ketika berkomunikasi dengan orang tersebut. Kemudian manfaat lainnya yang bisa kita dapatkan adalah di saat posisi kita sebagai orang ketiga yang melihat kedua orang sedang bertikai karena komunikasi mereka saling salah paham. Maka, di sanalah kita bisa menjadi jembatan di antara keduanya sampai kesalahpahaman itu selesai. Jika Grameds tertarik untuk mempelajari komunikasi antar budaya kamu bisa membaca buku sebagai penambahan ilmu dan juga informasi yang bisa kamu dapatkan di Sebagai SahabatTanpaBatas kami selalu memberikan yang terbaik agar kamu memiliki informasi LebihDenganMembaca. Penulis Yufi Cantika Sukma Ilahiah Baca juga ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 95KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR Studi Tentang Adaptasi Masyarakat Migran Sunda di Desa Imigrasi Permu Keca-matan Kepahiang Provinsi BengkuluHedi Heryadi1, Hana Silvana21Universitas Terbuka 2Universitas Pendidikan Indonesia ABSTRAKTulisan ini bermaksud untuk mengetahui “Bagaimana komunikasi antarbudaya etnis Sunda dalam mas-yarakat multikultur?”. Untuk mengungkap fenomena tersebut penulis menggunakan metode penelitian kual-itatif dengan menggunakan model interaksionisme simbolik untuk melihat perilaku dan interaksi manusia yang dapat diperbedakan karena ditampilkan melalui melalui simbol dan maknanya. Untuk mendapatkan data, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara mendalam dan telaah dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan telah terjadi adaptasi timbal balik antara etnis Sunda sebagai pendatang dengan etnis Rejang sebagai pribumi. Adanya sikap saling menghargai dan menghormati antara etnis pendatang dan pribumi memungkinkan setiap kelompok etnis tersebut untuk menjalankan kebudayaan-nya masing-masing. Masyarakat dari etnis Sunda dengan Rejang saat berdialog dapat menggunakan bahasa Sunda, bahasa Rejang atau bahasa melayu dialek Bengkulu. Hubungan antara kedua etnis tersebut sejauh ini telah berlangsung tanpa hambatan yang berarti karena masing-masing etnis telah saling menerima apa Kunci Komunikasi Antarbudaya, etnis Sunda, etnis RejangINTERCULTURAL COMMUNICATION IN MULTICULTURAL SOCIETY STUDY OF SUNDANESE MIGRANT COMMUNITY ADAPTATION IN PERMU IMIGRATION VILLAGE, KEPAHIANG DISTRICT, BENGKULU PROVINCEABSTRACTThis study tries to explore on “How the intercultural communication of Sundanesse ethnic in the multicul-tural society?” This phenomenon is being uncovered by using qualitative research method with symbolic interaction model, by studying the behavior and human interaction which can be differentiated by symbol and its meaning. Three data collecting techniques undertaken are observation, depth interview and literature re-view. The result indicates that mutual adaption has occurred between Sundanesse ethnic as new comers and Rejang Ethnic as native people. The attitude of mutual respect between newcomer ethnic and native ethnic enables them to do their own cultural activity. The Sundanesse ethnic use Sundanesse, Rejangnesse or Malay language with Bengkulu dialect in order to talk with Rejang ethnic. The relation between these two ethnics has continued without obstacle as both ethnics have accepted each other as it Intercultural Communication, Sundanesse ethnic, Rejangnesse ethnicKorespondensi Hedi Heryadi, SP., Universitas Terbuka Jl. Terbang Layang, Pondok Cabe Tangerang Selatan. Email hedi 96 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108PENDAHULUANKomunikasi antarbudaya intercultural com-munication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya Maletzke dalam Mulyana, 2005 xi. Komu-nikasi antarbudaya pada dasarnya mengkaji bagaimana budaya berpengaruh terhadap akti-vitas komunikasi apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangku-tan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaima-na cara mengkomuni-kasikannya verbal dan nonverbal dan kapan mengkomunikasikannya Mulyana, 2005 xi. Masalah kesukubangsaan merupakan kajian yang sangat penting karena sebagian besar dari negara-negara di dunia ini bersifat multietnis. Di antara sekitar 175 negara anggota Perserika-tan Bangsa-Bangsa, hanya 12 negara yang pen-duduknya kurang lebih homogen. Karena itu masalah kesukubangsaan merupakan masalah global Koentjaraningrat, 1993 3.Komunikasi antar etnis terjadi apabila terjadi perpindahan tempat atau migrasi dari etnis yang berbeda ke wilayah atau daerah yang mempu-nyai etnis yang berbeda. Disitulah terjadi yang dinamakan komunikasi antar etnis. Ketika pen-datang tersebut bermaksud untuk menetap di daerah tersebut mereka perlu melakukan adap-tasi di daerah tersebut baik dari segi adat, ba-hasa budaya dan lain-lainnya. Dalam proses adaptasi tersebut akan muncul kesulitan-kes-ulitan yang akan ditemui, baik secara kognitif maupun konteks identikasi kultural ini, Suparlan 2002 menilai bahwa isu tentang et-nis merupakan realitas yang masih tampak da-lam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Indonesia yang majemuk ini. Para anggota et-nis dilahirkan, dididik, dan dibesarkan dalam suasana askriptif primordial etnistitas mereka. Sebagai akibatnya perbedaan antara “siapa saya” dengan “siapa anda” atau “siapa kami” dengan “siapa mereka” terlihat dengan jelas batas-batasnya. Dalam situasi itu, stereotip dan prasangka tumbuh dan berkembang den-gan subur dalam Rahardjo, 2005 2. Sebelum Perang Dunia ke-II terdapat suatu kecenderun-gan di kalangan banyak ahli ilmu sosial untuk menerangkan konik sosial dan masalah-ma-salah sosial umumnya berpangkal pada kes-enjangan antara pelapisan atau kelas sosial. Namun setelah Perang Dunia ke-II, diantara para ahli ilmu sosial terdapat perhatian yang meningkat terhadap kajian tentang hubungan antar sukubangsa Koentjaraningrat, 1993 3.Adaptasi yang dilakukan oleh imigran dalam masyarakat pribumi yang berbeda akan men-galami beberapa proses. Interaksi yang terjadi berlangsung lama maka akan terjadi akulturasi dan resosialisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Gudykunst dan Kim 1992 Adaptasi atau penyesuaian diri suatu kelompok imigran ke dalam masyarakat pribumi yang berbeda bu-dayanya terjadi melalui beberapa proses. Ke-tika imigran berinteraksi dengan lingkungan baru yang berbeda budaya untuk jangka waktu yang lama maka akan terjadi proses resosialisai atau akulturasi. Secara bertahap imigran akan menemukan pola baru dalam pemikiran dan perilaku. Interaksi yang terjadi setiap hari den-gan pribumi menyebabkan imigran memahami perbedaan dan persamaan dengan lingkungan barunya. Pendatang mulai memahami lingkun-gan barunya dan mengadopsi beberapa norma dan nilai masyarakat pribumi. Dalam sejarah kebudayaan manusia proses akulturasi telah terjadi dalam masa-masa yang silam. Biasanya suatu masyarakat hidup yang bertetangga dengan masyarakat lainnya dan an-tara mereka terjadi hubungan-hubungan, mun-gkin dalam perdagangan, pemerintahan dan sebagainya. Saat menjalin hubungan tersebut akan muncul beberapa masalah, antara lain 1 Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima; 2 Unsur-unsur kebu-dayaan asing manakah yang sulit diterima; 3 Individu-individu manakah yang dengan ce-pat menerima unsur-unsur yang baru; dan 4 Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akulturasi tersebut Soekanto, 1982 192.Beberapa etnis yang berada di Indonesia mempunyai perbedaan yang mudah dikenali se-hingga relatif mudah dibedakan. Seperti Etnis Batak, Minang, Jawa, Sunda dan Bali. Contoh Dialek Batak mempunyai intonasi yang tinggi, keras dan lugas. Dialek Sunda dan Jawa relat-if sama, dari sudut intonasinya yang halus dan lemah lembut hanya saja dalam kosa kata yang relatif berbeda dan cara pelafalannya. Schram mengemukakan empat syarat yang KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 97diperlukan individu untuk berkomunikasi an-tarbudaya secara efektif yaitu pertama, meng-hormati anggota budaya lain sebagai manusia; kedua, menghormati budaya lain apa adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki; keti-ga, menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertin-dak; keempat, komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain dalam Mulyana dan Rakhmat, 2000 6.Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana komunikasi yang terjadi dalam pros-es adaptasi pada masyarakat etnis Sunda di desa Imigrasi Permu dalam suatu masyarakat yang multikultur. Penelitian ini dianggap menarik oleh peneliti karena interaksi yang terbangun telah menunjukkan sifat integratif antar suku, namun bagaimana komponen-komponen per-ilaku dan kebudayaan dari etnis Sunda dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya perlu diselami lebih jauh. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana proses adaptasi masyarakat etnis Sunda dengan masyarakat etnis Rejang di Desa Permu Kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu?”Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi masyarakat etnis Sunda dengan masyarakat etnis Rejang di Desa Permu Keca-matan Kepahiang Provinsi antarbudaya intercultural com-munication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Ketika komunikasi terjadi antara orang-orang berbeda bangsa, kelompok ras, atau komunitas bahasa, komunikasi tersebut disebut komunika-si antarbudaya. Komunikasi antaretnis juga merupakan ba-gian dari komunikasi antarbudaya, sebagaima-na komunikasi antarras, komunikasi antarag-ama dan komunikasi antargender antara pria dan wanita. Dengan kata lain komunikasi an-tarbudaya lebih luas daripada bidang-bidang komunikasi yang disebut belakangan. Komuni-kasi antaretnis merupakan komunikasi antarbu-daya, tetapi komunikasi antarbudaya belum ten-tu merupakan komunikasi antaretnik Mulyana, 2005 xi-xii.Komunikasi antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para peser-tanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kon-tak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung Kim dalam Sendjaja, 2004. Aspek kebudayaan terbagi ke dalam tiga pembagian besar unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempen-garuhi penciptaan makna untuk persepsi, dan kemudian pada gilirannya akan menentukan tingkah laku komunikasi. Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manu-sia. Dalam proses komunikasi antarbudaya unsur-unsur yang sangat menetukan ini beker-ja dan berfungsi secara terpadu bersama-sama karena masing-masing saling berkaitan dan membutuhkan, unsur-unsur tersebut adalah Sistem keyakinan, nilai dan sikap; pandan-gan hidup tentang dunia serta organisasi sosial Samovar dalam Sendjaja, 2004.Istilah komunikasi antarbudaya digunakan secara luas untuk semua bentuk komunikasi di antara orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda, selain itu juga digunakan secara lebih sempit yang mencakup komunikasi antara kultur yang berbeda. Kondisi di sekitar kita yang menyebabkan komunikasi antarbudaya dirasakan semakin penting pada saat ini, antara lain karena adan-ya mobilitas manusia, saling kebergantungan ekonomi, teknologi komunikasi, pola imigrasi ataupun kesejahteraan politik DeVito, 1997 475-477. Teori Interaksi Simbolik merujuk pada suatu pendekatan yang telah dipaparkan oleh bebera-pa pemikir, misalnya; William James, Charles H. Cooley, Jhon Dewey, dan lainnya. Tetapi George H. Mead 1934 merupakan tokoh yang memadukan konsep ini kepada suatu perspek-tif yang dikaitkan dengan pikiran manusia, diri sosial dan struktur masyarakat terhadap pros-es interaksi sosial dalam Turner, 1991 373. Sebagai suatu teori, interaksionisme simbolik mencoba melihat realitas sosial yang diciptakan manusia. Manusia memiliki kemampuan untuk berinteraksi secara simbolik. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling ber-hubungan, masyarakat dan buah pikiran. Tiap bentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia Fish-er, 1986 231. 98 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108Secara umum interaksionisme simbolik dapat dicirikan lewat ide-ide tertentu tentang masyarakat. Dalam hal ini. Ballis 1995, sep-erti dikutip oleh Littlejohn, menguraikan be-berapa ide berikut ini 1 Orang membuat keputusan dan tindakan menurut pemahaman subjektif mereka tentang situasi dimana mereka menemukan dirinya; 2 Kehidupan sosial ter-diri dari proses interaksi daripada struktur dan kehidupan sosial ini berubah secara konstan; 3 Orang memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang ditemukan di dalam sim-bol-simbol kelompok utama mereka dan bahasa adalah bagian kehidupan sosial yang penting; 4 Dunia dibangun oleh objek sosial yang di-namai dan secara sosial ditentukan oleh mak-na-makna; 5 Tindakan orang didasarkan pada interpretasi mereka, dimana obyek dan tindakan yang relevan dalam situasi yang dimengerti dan didenisikan; dan 6 Diri seseorang merupa-kan suatu objek yang penting dan seperti semua objek sosial didenisikan melalui interaksi den-gan yang lainnya. Littlejohn, 1996 155.Interaksi simbolik, tambah Blumer, merujuk pada karakter interaksi khusus yang berlangsung antarmanusia. Blumer membela argumen bah-wa metodologi yang khas untuk meneliti per-ilaku manusia, merupakan metode yang tak bisa digeneralisasi dalam Soeprapto, 2002. Aktor tidak bereaksi terhadap tindakan yang lain tapi dia menafsirkan dan mendenisikan setiap tin-dakan orang demikian, bagi Blumer, studi mas-yarakat harus merupakan studi dan tindakan bersama. Masyarakat merupakan hasil interaksi simbolik dan aspek inilah yang harus merupa-kan masalah bagi para sosiolog. Keistimewaan pendekatan interaksionis-simbolis ialah manu-sia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan ha-nya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut stimulus respons dalam Poloma, 2003 266. Seseorang tidak langsung memberi respons pada tindakan orang lain, tetapi didasa-ri oleh pengertian yang diberikan kepada tinda-kan itu. Dalam hal ini, Blumer menambahkan bahwa interaksionisme simbolik mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas. Pertama, masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kedua, interak-si terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia itu. Ketiga, objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik; makna lebih merupakan produk interaksi simbolik. Keempat, manusia tidak ha-nya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai objek. Kelima, tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dib-uat oleh manusia itu sendiri, Keenam, tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok; hal ini disebut tin-dakan bersama yang dibatasi sebagai; “organi-sasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berb-agai manusia” dalam Poloma, 2003 267.Dalam hal ini, Ritzer 2004 289 menyim-pulkan bahwa ada tujuh prinsip dasar dari te-ori Interaksionisme Simbolik, yakni 1 Tidak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir; 2 Kemampuan berpikir diben-tuk oleh interaksi sosial; 3 Dalam inteiaksi sosial, manusia mempelajari makna dan sim-bol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu; 4 Makna dan simbol memungkinkan orang melakukan tindakan khusus dan berinteraksi; 5 Manusia mampu mengubah makna dan sim-bol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka atas situasi 6 Manusia mampu memodikasi dan mengubah. sebagian karena kemampuan mer-eka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji serang-kaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatifnya dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu; dan 7 Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan mas-yarakat Ritzer, 2004 289Dari pemahaman yang dijelaskan di atas, bisa diringkaskan bahwa interaksi simbolik sangat menentukan beberapa konsep penting dalam kehidupan manusia yaitu konsep diri, konsep kegiatan, konsep objek, konsep in-teraksi sosial dan konsep aksi bersama. Kon-sep-konsep ini, dalam kehidupan keseharian masyarakat, merupakan basil konstruksi antara pikiran mind, diri self dan masyarakat soci-ety, yang keberadaannya saling mempengaruhi dan melengkapi. Masyarakat dibentuk dari in-dividu-individu yang memiliki diri sendiri. Tindakan manusia merupakan konstruksi yang dibentuk oleh individu melalui dokumentasi KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 99dan interpretasi hal-hal penting di mana ia akan bertindak, dan tindakan kelompok terdiri dari tindakan-tindakan suatu teori, interaksi simbolik men-coba melihat realitas sosial yang diciptakan manusia melalui pertukaran simbol. Teori in-teraksi simbolik ini berupaya mengkonstruksi pengertian tentang diri sendiri, tindakan dan objek. Kemudian Blumer mengembangkan leb-ih lanjut gagasan-gagasan Mead ini dalam lima konsep dasar yaitu konsep diri, konsep tinda-kan, konsep objek, konsep interaksi sosial, dan konsep aksi kolektif dalam Veeger, 1993 224-227.Pertama, konsep diri’. Manusia bukan se-mata-mata organisme yang bergerak di bawah pengaruh stimulus baik dari luar maupun dari dalam, melainkan organisme yang sadar akan dirinya’ an organism having a self. Dalam ber-interaksi dengan diri sendiri, manusia mampu memandang dirinya sebagai objek pikirannya, bergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri. Sedang dalam membentuk tindakan, manusia melakukan dialog internal dalam menyusun konsep dan strategi untuk berhubungan dengan dunia di luar dirinya. Dengan demikian, manu-sia bukanlah makhluk yang beraksi atas pen-garuh lingkungan luar, tetapi bertindak sesuai hasil interpretasi dari dalam dirinya. Hasil dari interaksi internal ini akan bermuara pada konsep tindakan’ yang dibentuk dalam dan melalui proses interaksi dengan diri sendiri. Tindakan manusia itu tidak sema-ta-mata sebagai reaksi biologis, melainkan hasil konstruksinya. Oleh karena itu, manusia sendi-ri adalah konstruktor kelakuannya. Sebelum bertindak manusia harus menentukan tujuan, menggambarkan arah tingkah lakunya, mem-perkirakan situasinya, mencatat dan menginter-pretasikan tindakan orang lain, mengecek dir-inya dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal inilah, Mead menyimpulkan bahwa manusia di-pandang sebagai organisme aktif yang memiliki hak-hak terhadap objek yang ia modikasikan. Tindakan dipandang sebagai tingkah laku yang dibentuk oleh pelaku, sebagai ganti respon yang didapat dari dalam konsep objek’. Manusia hidup ditengah-tengah objek. Objek itu dapat ber-sifat sik, atau sesuatu yang abstrak. Inti dari objek itu tidak ditentukan oleh ciri-ciri oleh minat orang dan arti yang dikenakan kepada objek-objek itu. Objek bagi Mead merupakan sesuatu yang bisa ditunjuk atau dirujuk, baik yang bersifat nyata maupun abstrak. Interaksionisme simbolik memandang kehidupan kelompok manusia adalah sebuah proses di mana objek-objek diciptakan, di-kukuhkan, ditransformasikan dan bahkan dib-uang. Kehidupan dan perilaku manusia secara pasti berubah sejalan dengan perubanan-peru-bahan yang terjadi di dalam dunia objek konsep interaksi sosial’. Interaksi berarti bahwa setiap peserta memindahkan diri mereka secara mental ke dalam posisi orang lain. Manusia mencoba memahami maksud aksi yang dilakukan orang lain, sehingga interaksi dan komunikasi dimungkinkan terjadi. Interaksi itu tidak hanya berlangsung melalui gerak-ger-ik saja, tetapi juga melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengerti maknanya. Da-lam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan gerak-gerik orang lain dan bertin-dak sesuai dengan makna konsep aksi kolektif’ yang lahir dari perbuatan masing-masing peserta yang kemudi-an dicocokkkan dan disesuaikan satu sama lain. Inti dari aksi kolektif adalah penyerasian dan peleburan arti, tujuan, pikiran dan sikap. Kare-nanya, interaksi sosial itu memerlukan banyak waktu untuk mencapai keserasian dan pelebu-ran Soeprapto, 2002 161-164.Teori interaksi simbolik memusatkan per-hatiannya pada interaksi antara individu dan kelompok, di mana individu-individu tersebut berinteraksi secara tatap muka face to face dengan menggunakan simbol-simbol, yang di dalamnya berisi tanda-tanda, isyarat dan yang paling penting melalui kata-kata secara tertu-lis dan lisan. Suatu kata tidak memiliki makna yang melekat dalam kata itu sendiri, melainkan hanyalah suatu bunyi, dan baru akan memiliki makna bisa orang akan sependapat bahwa bunyi tersebut mengandung suatu arti khusus. Pe-mikiran simbolik ini pada dasarnya akan mem-bebaskan kita dari pembatasan pengalaman ma-nusia hanya atas apa yang betul-betul kita lihat, dengar atau rasakan. Teori membuat kita terus menerus memikirkan objek secara simbolik Soeprapto, 2001 68-70. 100 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri” self dari George Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga ke denisi diri dari Charles Horton Cooley. Cooley 1922 merupakan pemikir modern pertama yang mem-perkenalkan pengertian “diri yang tampak sep-erti cermin”. Menurut Cooley diri menggam-barkan suatu persepsi itu sendiri dalam pikiran orang lain dan dalam tingkah laku afeksi. Kita menggunakan orang lain sebagai cermin untuk menunjukkan siapa kita. Kita membayangkan bagaimana pandangan orang terhadap kita dan bagaimana mereka menilai kita, dan penampi-lan serta penilaian keputusan ini menjadi gam-baran tentang diri disiplin ilmu sosiologi, antropologi, psikologi dan sejarah sering dikaji identitas etnis. Istilah lain yang serupa dengan identitas etnis antara lain etnisitas ethnicity atau kon-sep diri kultural dan rasial. Istilah-istilah ini kadang-kadang digunakan identik atau punya makna yang sama oleh para ahli. Makna konsep identitas etnis ini tidak selalu eksplisit dalam kajian-kajian tersebut tetapi sering berkaitan dengan dan atau tersirat dalam kajian tentang akulturasi, asimilasi, adaptasi suatu kelompok etnis di suatu negeri asing Mulyana dan Ra-khmat 2000 151.Pendekatan terhadap identitas etnis terpecah menjadi dua. Pertama adalah perspektif objek yang melihat sebuah kelompok etnis sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelom-pok-kelompok lainnya berdasarkan ciri-ciri bu-dayanya seperti bahasa, agama, atau asal-usul kebangsaan. Kedua yaitu perspektif subjektif yang merumuskan etnisitas sebagai suatu pros-es dimana orang-orang mengalami atau mera-sakan diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok etnis dan diidentikasikan demikian oleh orang lain, dan memusatkan perhatiann-nya pada keterikatan dan rasa memiliki yang dipersepsi kelompok etnis yang diteliti Mulya-na dan Rakhmat 2000 152.Selanjutnya budaya minoritas terpengaruhi oleh budaya yang dominan akibat dari tekanan-tekanan lingkungan budaya itu sendiri, Barth, 1988 10, disebutkan ada dua pandanganPertama, batas-batas budaya dapat bertahan walaupun suku-suku tersebut saling berbaur. Dengan kata lain adanya perbedaan antaretnis tidak ditentukan oleh tidak terjadinya pembau-ran, kontak dan pertukaran informasi, namun lebih disebabkan oleh adanya proses-proses so-sial berupa pemisahan dan penyatuan, sehingga perbedaan kategori tetap dipertahankan walau-pun terjadi pertukaran peran serta keanggotaan di antara unit-unit etnis dalam perjalanan hidup seseorang. Kedua, dapat ditemukan hubungan sosial yang mantap, bertahan lama, dan penting antara dua kelompok etnis yang berbeda, yang biasanya terjadi karena adanya status etnis yang berbeda tersebut tidak ditentukan oleh tidak adanya interaksi dan penerimaan sosial, tetapi sebaliknya justru karena disadari oleh terben-tuknya sistem sosial kata lain kelompok etnik di tentu-kan oleh batas-batas dan mempunyai atau ber-cirikhas yang ditentukan oleh kelompok itu sendiri yang kemudian membentuk polanya tersendiri di samping itu batas budaya dapat bertahan walaupun antara dua etnis dapat ber-baur. Adanya perbedaan etnis dalam masyarakat lebih disebabkan oleh proses berupa pemisahan dan penyatuan sehingga perbedaan dapat diper-tahankan dalam perjalanan hidup seseorang. Di samping itu hubungan sosial dalam masyarakat yang begitu lama dan berjalan sedemikian rupa dalam masyarakat yang multi etnis biasanya terjadi lebih disebabkan adanya status etnis. Demikian halnya masing-masing kelompok et-nis yang berbeda tersebut didasari oleh terben-tuknya sistem sosial dalam masyarakat. Objek dari penelitian ini adalah etnis Sunda di Desa Imigrasi Permu yang menjalani proses integrasi dan adaptasi dalam lingkungan sosial yang beragam. Untuk menggali data-data lapa-ngan secara lebih mendalam dan relevan, infor-man dipilih secara purposive. Hal ini didasarkan pada kebutuhan data yang diinginkan peneliti. Kriteria informan yang dipilih adalah sebagai berikut 1 Informan pokok/pangkal adalah perangkat desa yang secara formal mempunyai tugas mengelola wilayah pemerintahannya. In-forman ini diharapkan mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan sosial budaya masyarakat-nya; 2 Informan kunci adalah para tokoh dari masing-masing etnis yang mengetahui sejarah dan seluk beluk budaya masyarakatnya; dan 3Informan peserta dipilih dari imigran yang su-dah lama menetap adaptif yang bukan tokoh masyarakat tetapi mengetahui dan memahami budaya masyarakatnya. KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 101METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode kual-itatif. Pendekatan kualitatif berguna untuk menggambarkan suatu realita dan kondisi so-sial dalam masyarakat. Menurut Nasution da-lam Sudjarwo, 2001 25 pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang berdasarkan pada kenyataan lapangan dan apa yang dialami re-sponden. Untuk mengungkap fenomena komu-nikasi etnis Sunda dengan etnis lainnya, peneli-ti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan interaksionisme simbolik. Pendekatan subjektif terhadap identitas etnis dapat dilacak hingga ke denisi Cooley 1902 dan Mead 1934 tentang diri’. Pendekatan ini mengkritik pendekatan positivistik dalam arti bahwa ia membatasi kemungkinan perilaku manusia yang dapat dipelajari. Berbeda den-gan pendekatan positivistik, yang memandang individu-individu sebagai pasif dan perubaha-nnya disebabkan oleh kekuatan-kekuatan sosial di luar diri mereka, pendekatan fenomenologis memandang bahwa manusia jauh dari pasif Mulyana dan Rakhmat, 2000 155. Inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang diri’ self dari George Herbert Mead, yang juga dapat dilacak hingga ke denisi dari Charles Horton Cooley. Mead, seperti juga Cooley, menganggap bahwa konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain Mulyana, 2001 73.Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu 1 obser-vasi melalui pendekatan peran serta, 2 wawan-cara mendalam, dan 3 penggunaan dokumen. Untuk mengungkapkan fenomena di lapan-gan peneliti menggunakan teknik pengamatan. Pengamatan yang dimanfaatkan adalah pen-gamatan yang berperan serta atau pengamatan yang terlibat. Pengamatan terlibat adalah pen-gamatan yang dilakukan sambil sedikit banyak-nya berperan serta dalam kehidupan orang yang diteliti. Pengamatan terlibat mengikuti orang-orang yang diteliti dalam kehidupan sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka lakukan, ka-pan, dengan siapa, dan dalam keadaan apa, dan menanyai mereka mengenai tindakan mereka Becker dalam Mulyana, 2001 162.Dalam hal ini peneliti mengadakan pen-gamatan berperan-serta pada masyarakat et-nis Sunda di desa Imigrasi Permu kecamatan Kepahiang. Peneliti akan mengamati fenome-na komunikasi antarbudaya. Dengan kata lain peneliti melakukan pengamatan langsung terh-adap masyarakat etnis Sunda serta masyarakat sekitarnya yang berinteraksi dengan mereka. Pada pengamatan berperan-serta ini peneliti akan melakukan percakapan yang tidak diren-canakan dan tidak formal. Percakapan dan pem-bicaraan dengan orang yang dianggap sebagai informan tersebut dapat dijadikan data yang dapat mendukung penelitian yang dimaksud. Dengan adanya pengamatan secara terlibat ini peneliti diharapkan dapat memahami, mempe-lajari, menjelaskan dan menganalisis apa yang mereka lakukan dalam kehidupan keseharian informan yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data dengan wawan-cara terbuka atau mendalam, yang memberi keleluasaan bagi informan untuk memberi pandangan-pandangan secara bebas Koent-jaraningrat, 1989 30. Wawancara demikian ini memungkinkan si peneliti untuk mengaju-kan pertanyaan-pertanyaan secara mendalam. Karena itu, untuk melengkapi data penelitian ini, khususnya dalam upaya memperoleh data yang akurat tentang penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan informan. Da-lam penelitian ini, wawancara yang akan di-gunakan adalah wawancara yang mendalam atau wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur mirip dengan percakapan infor-mal Mulyana, 2001 181. Wawancara jenis ini dilakukan karena bersifat luwes, susunan per-tanyaan atau kata-kata dapat diubah saat waw-ancara dilaksanakan, disesuaikan dengan kebu-tuhan, dan kondisi informan yang sendiri menjadi instrumen inti di dalam pengumpulan data ini. Hal ini dilaku-kan karena peneliti dapat menggali tentang fokus penelitian yang tidak hanya menerima apa yang dikatakan dan dialami oleh informan saja, tetapi lebih dalam dari itu, agar dapat me-ngungkapkan hal-hal yang tersembunyi jauh di dalam diri informan implicit knowledge atau-pun tacit knowledge. Wawancara dilakukan dengan beberapa teknik yaitu pertama, tak berstruktur, artinya peneliti akan bebas dan le-luasa menanyakan hal yang berkaitan dengan fokus penelitain. Kedua, tidak berterus terang, 102 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108artinya dalam mengumpulkan data, kadang-kadang dilakukan wawancara pada seorang in-forman dalam situasi nonformal, tetapi peneliti menangkap inti pembicaraan yang berkaitan dengan fokus penelitian. Ketiga, peneliti men-empatkan informan sebagai sejawat, artinya se-jak awal peneliti berterus terang dan menjelas-kan maksud penelitian yang sedang dilakukan, sehingga informan ikut serta dalam merumus-kan hasil data penelitian ini dilaksanakan ber-samaan waktunya dengan tahap pengumpulan data di lapangan, bahkan analisis data dilaku-kan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung. Seperti penelitian kualitatif pada umumnya, analisis data dilakukan pada saat berlangsungnya pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menuntut telaah rinci atas hal-hal yang bersifat spesik dari obyek yang diteliti. Teknik analisis data dilakukan dengan induktif analisis yaitu suatu rancangan pengumpulan dan pengolah-an data untuk mengembangkan teori. Kajian demikian dapat dilakukan dengan mengem-bangkan teori dan dapat pula dilakukan dengan mengembangkan teknik penelitian partisipasif yang menuntut keterlibatan peneliti secara menarik kesimpulan, data yang dihim-pun diolah melalui proses reduksi, sajian data dan veri DAN PEMBAHASANMasyarakat Desa Imigrasi Permu kecamatan kepahiang Bengkulu ini terdiri dari berbagai macam etnis, dimana etnis Sunda adalah mayor-itas. Bahasa Sunda di desa Imigrasi Permu tidak saja digunakan oleh sesama etnis Sunda namun digunakan pula saat penduduk dari etnis Sunda berdialog dengan etnis lain seperti etnis Rejang, Serawai, Minang ataupun etnis Jawa. Banyak penduduk dari etnis selain Sunda di Desa Imi-grasi Permu ini yang menguasai bahasa Sunda. Sementara itu banyak pula penduduk dari etnis Sunda menguasai bahasa Rejang yang merupa-kan penduduk asli Permu. Sehingga saat pen-duduk dari etnis Sunda dan Rejang berdialog dapat menggunakan bahasa Sunda atau bahasa Rejang. Sejauh ini interaksi antara etnis Sunda dengan etnis lainnya berlangsung tanpa menim-bulkan konik. Masyarakat desa Imigrasi Per-mu dengan latar belakang budaya yang beragam ini saling menghargai adanya perbedaan budaya sehingga terhindar dari konik yang muncul ke permukaan. Sikap saling menghargai antar etnis ini setidaknya diperlihatkan dengan kesediaan penduduk untuk mempelajari dan menggu-nakan bahasa dari etnis lain. Seseorang yang hidup di masyarakat yang baru ia kenal mempunyai tantangan yang be-ragam baik secara bahasa, sikap masyarakat, sistem kepercayaan serta budaya yang sangat berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Untuk beradaptasi dan dapat hidup di masyarakat yang beragam etnis dan budaya para komunitas mas-yarakat dituntut untuk menghargai budaya antar warga masyarakat. Adaptasi budaya merupakan proses jangka panjang dalam rangka penye-suaian diri dimana tahapan akhir dalam proses ini adalah tercapainya perasaan nyaman dalam lingkungan yang baru Kim dalam Martin dan Nakayama, 2000 277.Adaptasi budaya dapat terjadi misalnya pada mahasiswa yang mengikuti program pertukaran pelajar internasional, diplomat, misionaris, ataupun tentara perdamaian. Selain itu adapta-si budaya dapat pula terjadi pada imigran atau pengungsi yang berpindah dari suatu tempat ke tempat yang sama sekali baru. Juga berlaku bagi seseorang yang secara individual bermi-grasi dari pelosok pedesaan pindah ke ke kota yang metropolitan Gudykunst dan Kim, 1992 214.Proses di mana invividu-individu mem-peroleh aturan-aturan komunikasi diperoleh melalui tiga proses yaitu proses internalisasi, enkulturasi dan akulturasi Rumondor, 2005 Proses internalisasi adalah suatu proses belajar yang panjang sejak seseorang dilahir-kan hingga hampir meninggal dunia sepanjang hidupnya, di mana ia belajar menanamkan pengetahuan kebudayaan masyarakatnya yang diperoleh dari proses sosialisasi Agusyanto, 2006 Sementara itu, enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok teman, seko-lah, lembaga keagamaan dan lembaga pemer-intahan merupakan guru-guru utama di bidang KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 103kultur. Enkulturisasi tersebut terjadi melalui mereka Sutaryo, 2002 Selanjutnya akul-turasi menurut Koentjaningrat dalam Ruswanto 2004 sebagai suatu proses dimana para individu atau warga suatu masyarakat dihadap-kan dengan pengaruh kebudayaan lain dan as-ing. Dalam proses itu sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebu-dayaan asing itu, dan sebagian berusaha me-nolak pengaruh itu. Kultur yang telah terben-tuk saat terjadi enkulturasi dapat berubah saat mendapat pengaruh dari budaya luar melalui proses akulturasi. Menurut Kim, proses akulturasi akan mulai berlangsung apabila seorang imigran memasu-ki budaya pribumi. Proses ini akan terus ber-langsung selama imigran mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif dan potensi akul-turasi para imigran sebelum berimigrasi secara interaktif akan mempengaruhi jalannya peru-bahan pada proses akulturasi imigran. Proses akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus dan mulus, tetapi bergerak maju menuju asim-ilasi yang secara hipotetis merupakan asimilasi yang sempurna Mulyana dan Rakhmat, 2000 146.Adanya kemiripan antara budaya asli imi-gran dan budaya pribumi merupakan faktor penting yang dapat menunjang potensi akultur-asi. Seorang imigran dari Kanada ke Amerika, misalnya akan mempunyai potensi akulturasi yang lebih besar daripada seorang imigran dari negara Asia Tenggara. Menurut Kim, usia ses-eorang saat berimigrasi akan berhubungan den-gan potensi akulturasi. Imigran yang usianya relatif tua akan mengalami banyak kesulitan da-lam menyesuaikan diri dengan budaya baru dan mereka lebih lambat dalam memperoleh po-la-pola budaya baru. Latar belakang pendidikan imigran sebelum berimigrasi akan mempermu-dah akulturasi. Faktor-faktor lain yang mem-perkuat potensi akultarasi adalah kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau mengam-bil resiko, keterbukaan Mulyana, 2005 145.Para imigran yang datang pada suatu daer-ah yang sama sekali baru/asing menurut Gu-dykunst dan Kim,“Gradually, strangers begin to detect new patterns of thinking and behavior and to structure a personally relevant adapta-tion to the host society. Merely handling the transactions of daily living requires the ability to detect similarities and difer-ences within the new sorrounding. Strang-er thereby become acquainted with, and adopt, some of the norms and values of sa-lient reference groups of the host society” Gudykunst & Kim, 1992 215.Secara berangsur-angsur, pendatang asing mulai menemukan pola baru dalam pemikiran serta perilaku dan pada struktur adaptasi yang secara pribadi relevan pada masyarakat pribumi. Selalu melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari akan menimbulkan kemampuan untuk menemukan persamaan dan perbedaan dengan lingkungan sekitar yang baru. Dengan demikian pendatang mempelajarinya, dan men-gadopsi, beberapa norma-norma dan nilai dari kelompok referensi yang menonjol dari mas-yarakat pribumi. Bagi para imigran yang pindah ke tempat yang sama sekali baru, mereka harus tetap men-jaga kelangsungan hidupnya serta senantia-sa berupaya untuk mendapat penerimaan dari penduduk pribumi sebagai bagian dari anggota masyarakatnya. Bersentuhan dengan budaya yang sama sekali baru merupakan situasi yang tidak dapat dihindari oleh para imigran terse-but. Dalam keadaan tersebut tentunya banyak masalah yang timbul seperti yang dikemukakan oleh Mulyana dan Rakhmat Kesulitan yang dialami oleh masyarakat pendatang, disamping pola-pola komuni-kasi verbal dan nonverbal, juga cara men-genal dan merespon aturan-aturan komu-nikasi bersama dalam budaya baru yang mereka masuki. Pendatang sering tidak tahan dengan dimensi-dimensi budaya penduduk setempat yang tersembunyi yang mempengaruhi apa yang dipersepsikan dan bagaimana mempersepsinya, bagaimana menafsirkan pesan-pesan yang diamati, bagaimana mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat dalam konteks rela-sional dan keadaan yang berbeda. Perbe-daan-perbedaan tersebut sering merintangi timbulnya saling pengertian di antara mer-eka yaitu para pendatang dan penduduk 104 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108setempat. Seorang atau suatu kelompok masyarakat akan menyesuaikan diri pada lingkungan baru apabila mereka akan ting-gal dalam jangka waktu yang lama migran, misalnya. Mereka perlu membangun suatu kehidupan baru dan menjadi anggota mas-yarakat pribumi. Mulyana & Rakhmat, 2000 138. Setiap kebudayaan memiliki bahasa agar para anggota kebudayaan tersebut dapat saling berkomunikasi. Bahasa dipengaruhi oleh bu-daya dan demikian pula bahasa mereeksikan nilai-nilai budaya. Bayi yang masih kecil akan memperhatikan bahwa orang dewasa di sekel-ilingnya menggunakan pola linguistik tertentu. Semakin bertambahnya pengetahuan dan ke-mampuan dalam penggunaan bahasa, anak-anak akan dengan cepat belajar merangkai ka-limat yang diajarkan oleh kakaknya yang lebih tua sehingga dia mulai memahami dan berparti-sipasi dalam budaya sekitarnya Gudykunst dan Kim, 1992 152.Stonequist menyebutkan proses adaptasi terbagi dalam tiga situasi, yaitu 1 asimilasi ke dalam kelompok dominan, 2 asimilasi ke dalam kelompok subordinat atau 3 mengako-modasi dan merekonsiliasi dua masyarakat da-lam Kim, 2001 24. Proses asimilasi umumnya terjadi pada kelompok manusia dari golongan sosial mayoritas dan beberapa kelompok dari golongan sosial minoritas. Dalam hal ini bi-asanya golongan sosial minoritas merubah si-fat-sifat khas dari kebudayaannya dan menye-suaikannya dengan kebudayaan dari golongan sosial mayoritas sedemikian rupa sehingga lam-bat laun kehilangan kepribadiannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas Agusyanto, 2006 melidungi diri dari proses asimilasi beberapa kelompok imigran masih memeliha-ra identitas etnis mereka dengan mengadakan pentas budaya yang mereka miliki. Kelompok imigran seperti ini lebih memilih untuk berin-tegrasi dari pada berasimilasi seperti diungkap-kan oleh Martin dan NakayamaIntegration occurs when migrant have an interest both in maintaining their original culture and language and in having daily interactions with other groups. This dif-fers from assimilation in that it involves a greater interest in maintaining one’s own cultural identity. Immigrants can resist as-similation in many ways – for example, by insisting on speaking their own language in their home. Martin & Nakayama, 2000 274Integrasi terjadi ketika para migran mempu-nyai keinginan untuk memelihara budaya dan bahasa asalnya, dilain pihak dalam keseharian-nya mereka tetap berinteraksi dengan kelompok lain. Perbedaannya dengan asimilasi adalah mereka lebih tertarik untuk memelihara identi-tas budaya mereka. Para migran dapat mengh-indari diri dari asimilasi dengan berbagai cara - salah satunya adalah dengan mengupayakan selalu berbicara dengan menggunakan bahasa asalnya saat berada di rumah.Bentuk rumah merupakan bagian dari adap-tasi transmigran terhadap lingkungan alamnya. Rumah yang dibangun oleh para transmigran pada awalnya adalah rumah panggung seperti halnya yang terdapat di tempat asal mereka. Di bawah rumah terdapat kolong yang digunakan sebagai kandang ayam buras. Makanan ayam yang dipelihara berasal dari sisa-sisa makanan keluarga, berupa nasi dan lauk pauknya. Ke-biasaan ini merupakan juga penjagaan terhadap siklus energi dan protein. Dapat dikatakan terjadi diversikasi peker-jaan pada masyarakat transmigran Sunda di Desa Imigrasi Permu. Orientasi awal mas-yarakat transmigran adalah bercocok tanam sawah atau menjadi petani penggarap lahan me-netap pada perkembangannya terjadi juga pros-es industrialisasi walaupun dalam skala mikro atau kecil. Kehadiran usaha kecil ini berdampak pula panda peningkatan pendapatan keluarga transmigran. Semakin banyak industri rumah tangga yang tumbuh dan berkembang semakin besar pula kesempatan para transmigran untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Tumbuhnya usaha kecil dapat memberi ke-sempatan kerja atau sebagai penyedia peker-jaan, khususnya bagi perempuan. Usaha kecil rumah tangga di daerah Imigrasi Permu pada umumnya dikerjakan oleh kaum perempuan. Perempuan-perempuan transmigran mendapat-kan ranah kerja baru, tidak sekedar mengurusi rumah dan keluarganya, mereka mendapat ke- KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 105sempatan untuk bekerja di bidang usaha kecil dan aktif dalam meningkatkan pendapatan kel-uarga tanpa meninggalkan peranan dalam kel-uarganya. Sejalan dengan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Daerah Imigrasi Per-mu khususnya, orientasi pemenuhan kebutuhan domestik keluarga subsisten berubah menja-di surplus untuk dijual. Pada masa kini, daer-ah Permu dikenal sebagai produsen beras dan mentimun yang cukup dikenal di Kepahiang. Produk unggulan berupa beras ini dikenal den-gan beras Permu. Di bawah ini dibahas interaksi antar etnis sunda dan rejang dari beberapa aspek yaitu Agama Sebagai Pemersatu, Perkawinan Campur Antara Orang Sunda Dengan Rejang, Pemilihan Bahasa yang Digunakan dalam In-teraksi Antar Etnis, dan Sikap yang Terbangun dalam Berperilaku Antar momen atau kegiatan yang berkai-tan dengan agama Islam menjadi faktor yang memperkuat kohesi antar etnis di Desa Imigra-si Permu antara lain Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha, Pengajian Rutin, Tahlilan, Dan Raya Idul Fitri 1 Syawal adalah hari di mana setiap kelompok etnis melebur untuk menunaikan shalat sunah Id di lapangan-lapa-ngan. Di Desa Imigrasi Permu, pembauran an-tar etnis terlihat sangat jelas saat shalat idul tri baik yang diselenggarakan di lapangan maupun di mesjid. Tidak ada sekat antara etnis Sunda dan etnis Rejang. Khatib yang berkhutbah dapat berasal dari etnis apapun asalkan merupakan to-koh yang hari Idul Fitri masyarakat berusaha un-tuk saling berkumpul dengan kerabat, mengun-jungi tetangga-tetangga atau handai taulan lain-nya untuk bermaaf-maafan. Tidak jarang suatu keluarga atau seseorang yang berada dalam per-jalanan menuju kerabatnya seetnis berpapasan dengan anggota etnis lain kemudian bersala-man dan bermaaf-maafan lalu bercakap-cakap sebentar sebelum keluarga atau seseorang itu melanjutkan Hari Raya Idul Adha relatif tidak semeriah hari raya Idul Fitri. Pada hari ini se-bagian masyarakat, terutama orang yang mam-pu atau orang kaya mengadakan Qurban atau menyembelih hewan Qurban, seperti sapi atau kambing. Dalam proses penyembelihan dan pendistri-busian daging qurban, pihak pelaksana panitia yang terdiri dari anggota kelompok-kelompok etnis bekerjasama dan berupaya agar dag-ing-daging Qurban tersebut dapat tersampaikan pada mereka yang membutuhkan. Pada kegia-tan kepanitiaan inilah mereka melakukan ko-munikasi yang hangat, bersendagurau, atau-pun sedikit melibatkan emosi yang membuat terciptanya suasana akrab diantara anggota kelompok-kelompok etnis. Dalam penggunaan bahasa, seringkali terjadi campur kode antara bahasa Sunda dengan bahasa Rejang dan baha-sa Indonesia dengan maksud memudahkan bagi komunikan untuk mengerti apa yang dibicara-kan oleh rutin di Desa Imigrasi Permu mer-upakan sarana integrasi yang potensial teru-tama di kalangan orang tua dan dewasa serta anak-anak. Pengajian yang rutin dilakukan dii-kuti oleh kelompok perempuan, laki-laki ang-gota kelompok etnis Sunda dan etnis Rejang; demikian pula dengan pengajian anak-anak. Pengajian untuk kaum perempuan biasa dilak-sanakan di Balai Desa dengan mengundang penceramah sementara pengajian kaum laki-la-ki dilakukan di rumah secara bergiliran dengan acara pengajian yasinan tanpa ada ceramah. Melalui pengajian ini penduduk Imigrasi Permu saling berkomunikasi satu sama lain secara akr-ab dan menjalin hubungan yang lebih erat dan memperatkan hubungan antar keluarga anggota kelompok-kelompok etnis. Pada anak-anak mereka memiliki kecend-erungan untuk bermain dengan siapapun tan-pa melihat status dan etnisitas. Anak-anak dari kedua etnis dalam pengajian anak-anak saling bersosialisasi dan mentransfer kebudayaan yang disandang oleh masing-masing. Banyak diantara anak-anak Sunda yang mengerti dan mampu berbahasa Rejang dan juga demikian se-baliknya. Bagi anak-anak, masa-masa bermain ini sangat penting untuk belajar dan mengenal kebudayaan anak-anak lain, sehingga kelak di waktu dewasa mereka telah memiliki kemam-puan untuk menghargai budaya etnis adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam di Indo-nesia umumnya untuk memperingati dan men-doakan orang yang telah meninggal. Biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada 106 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108hari ke-40. Ritual/upacara ini berupa berkum-pul-kumpul di rumah ahli mayit, berzikir dan membaca sejumlah ayat Al Qur’an, dan kemu-dian mendoakan mayit. Upacara tahlilan diten-garai merupakan praktek pada masa transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru me-meluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kum-pul di rumah ahli mayit sembari membaca tah-lil, takbir, tahmid dan tasbih dihadiri oleh para anggota kelompok etnis Sunda dan Rejang se-cara sukarela. Marhabaan ritual yang terdapat hampir di tiap daerah di Tatar Sunda. Acara ini dilaksaknakan apabila bayi sudah berumur 40 hari, di mana pada acara tersebut dilakukan pemotongan rambut bayi. Dalam pelaksanaannya, marhaban dilakukan oleh beberapa orang pria yang ber-asal dari lingkungan keluarganya dan tetang-ga-tetangganya baik seetnis ataupun bukan. Pemimpin acara marhaban biasanya Imam mes-jid. Imam tersebut memulai dengan membaca surat tertentu dari Al-Qur’an yang kemudian diikuti oleh kelompok pengajian atau ma’ yang telah diungkapkan dalam ha-sil penelitian, pada awalnya masyarakat etnis Sunda sebagai pendatang enggan melakukan pernikahan campur dengan penduduk asli yaitu etnis Rejang karena menurut rumor perempuan Sunda yang menikah dengan laki-laki dari et-nis Rejang akan diperlakukan seperti kerbau. Menurut peneliti ternyata hal itu memang rumor belaka karena sebenarnya yang menjadi ham-batan dalam pernikahan campur tersebut adalah adanya perbedaan adat pernikahan. Menurut penuturan mang Adul pada awal kedatangan imigran Sunda pada tahun 1909 kondisinya san-gat berat untuk terjadinya kawin campur antara orang Sunda dengan Rejang karena dalam bu-daya Sunda tidak ada adat pernikahan Rejang seperti semendo rajo, temi anak atau bleket, ”adat ditu teu kapeser” imbuhnya Adat Rejang tersebut tidak dapat diimbangi. Seiring dengan perkembangan waktu, rasa enggan ini mulai pu-pus dan telah banyak warga Desa Imigrasi Per-mu dari etnis Sunda yang melakukan pernikah-an campur dengan etnis Rejang dewasa ini. Hal ini didukung oleh kondisi dimana penerapan adat pernikahan Rejang dewasa ini lebih men-garah kepada adat semendo rajo yaitu kedua mempelai dibebaskan untuk membina rumah tangga tanpa harus menetap di rumah orang tua. Penerapan adat semendo rajo sepertinya cocok bagi etnis Sunda karena dalam budaya Sunda tidak mengenal adat yang mengharuskan pas-angan pengantin harus tinggal di rumah salah satu orang tuanya seperti adat pernikahan temi anak atau adat yang melarang istri bepergian keluar rumah tanpa seizin suami seperti adat bleket. Adanya perkawinan campur antara et-nis Sunda sebagai pendatang dan etnis Rejang sebagai pribumi telah menunjukkan bahwa ker-ukunan antara etnis Sunda dan Rejang sudah sangat kuat yang ditandai adanya amalgamasi dalam wujud perkawinan Batubara, 2006. Pasangan yang menikah membawa kebu-dayaan masing-masing dalam rumah tangga dan “berkolaborasi” membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan ciri-ciri kebudayaan asli masing-masing pasangan. Secara mikro tel-ah terjadi suatu proses akulturasi budaya dalam kehidupan rumah tangga pasangan tersebut. Keturunan mereka akan mewarisi kebudayaan baru tersebut yang merupakan sintesa langsung antara kebudayaan Sunda dengan kebudayaan Rejang. Beberapa orang yang telah cukup de-wasa saat ini yang tinggal di daerah Kepahi-ang merupakan hasil dari perkawinan campur antara etnis Sunda dengan etnis Rejang. Mereka pada umumnya mampu mengusai kebudayaan Sunda dan Rejang secara sekaligus, meski ter-kadang ada kecenderungan identitasnya “mera-pat” pada salah satu kebudayaan etnis. Seperti yang diungkapkan oleh Fitri seorang anak hasil perkawinan campur dari bapaknya yang berasal dari etnis Rejang dan ibunya dari etnis Sunda lebih memilih menggunakan bahasa Sunda un-tuk berdialog dengan ayahnya yang berasal dari etnis Rejang padahal bahasa Rejang sebenarnya dia kuasai pula. Namun dalam hal identitas et-nis dia merasakan lebih sreg dikatakan sebagai orang Sumatera bukan sebagai orang Sunda karena dia merasakan telah lahir dan dibesarkan di dari perkawinan campur tidak hanya membuat anak belajar kedua bahasa etnis. Hal ini tergantung pada pola sosialisasi anak yang diterapkan oleh orangtuanya. Sangat mungkin terjadi konsensus antara bapak dan ibunya un-tuk tidak mengajarkan bahasa-bahasa etnis Sunda dan Rejang kepada anak-anaknya, teta-pi lebih mengajarkan untuk mempraktekkan ba- KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MASYARAKAT MULTIKULTUR 107hasa tunggal, yaitu Bahasa Indonesia. Beberapa anggota kelompok etnis Sunda fasih berbahasa Rejang, demikian pula seba-gian kelompok etnis Rejang fasih berbahasa Sunda. Hal ini dimungkinkan karena sosialisasi sewaktu masa kanak-kanak fase bermain yang dialami sering terjadi sentuhan antara etnis Sunda dengan etnis Rejang. Bagi orang-orang yang memiliki kemampuan seperti tersebut di atas, hambatan dalam berkomunikasi antar etnis nyaris tidak ada. Orang-orang seperti ini dapat menjadi jembatan hubungan antar etnis. Saat penduduk dari etnis Sunda dan etnis Re-jang asal Imigrasi Permu ini berdialog tidak ada pola yang baku dalam pemilihan bahasa yang akan digunakan. Seorang yang berasal dari et-nis Sunda saat bertemu orang dari etnis Rejang dapat memilih bahasa Rejang, Sunda atau Me-layu dialek Bengkulu untuk berdialog. Pemi-lihan bahasa yang digunakan untuk berdialog berbeda dari satu orang ke orang lain, misalnya Mang Adul lebih memilih untuk berdialog den-gan menggunakan bahasa Sunda dengan orang Rejang apabila orang Rejang tersebut mengua-sai bahasa Sunda. Lain halnya dengan Supandi yang memilih menunggu terlebih dahulu lawan memilih bahasa yang akan digunakan, bila la-wan bicaranya menggunakan bahasa Sunda dia akan mengikutinya demikian pula bila la-wan bicaranya menggunakan bahasa Rejang maka dia akan mengikutinya pula. Sementara itu Suherman lebih menyukai berdialog dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Bengkulu dengan orang Rejang hanya sesekali menggu-nakan bahasa Rejang. Penduduk dari etnis selain Rejang di Imigra-si Permu, seperti penduduk dari etnis Serawai, Jawa, Minang, atau Pasemah saat berdialog dengan etnis Sunda dapat menggunakan baha-sa Sunda atau bahasa Melayu dialek Bengkulu. Umumnya etnis pendatang di Imigrasi Permu yang lahir dan dibesarkan di daerah tersebut menguasai bahasa Sunda pula, oleh karena itu saat penduduk dari etnis tersebut saat berdialog dengan orang Sunda biasanya menggunakan bahasa Sunda. Etnis Sunda dan Rejang di Imigrasi Permu telah lama hidup berdampingan hampir satu abad lamanya. Selama kurun waktu tersebut masyarakat dari kedua etnis tersebut sudah sal-ing menerima apa adanya. Penduduk dari etnis Sunda sudah beradaptasi dengan budaya Rejang sehingga saat berinteraksi dengan orang Rejang sudah tidak ada lagi hambatan yang berarti. Hal ini selaras dengan pernyataan yang penulis per-oleh dari semua informan yang menyatakan ti-dak ada hal istimewa yang harus dipersiapkan ketika akan berinteraksi dengan orang yang berbeda etnis. Hal ini dikarenakan masyarakat di Imigrasi Permu telah memenuhi syarat yang diperlukan dalam melakukan komunikasi antar-budaya seperti 1 adanya sikap menghormati anggota budaya lain sebagai manusia; 2 adan-ya sikap menghormati budaya lain sebagaima-na adanya, dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki; 3 adanya sikap menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak; 4 komunika-tor lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari budaya yang lain Rumondor dalam Anugrah dan Kres-nowiati, 2008.SIMPULAN Interaksi antara etnis Sunda sebagai pen-datang dengan etnis Rejang sebagai pribumi di Imigrasi Permu telah berlangsung satu abad la-manya. Setelah melewati kurun waktu tersebut telah terjadi adaptasi timbal balik antara kedua etnis tersebut. Masyarakat dari etnis Sunda telah menerima kebiasaan etnis Rejang seperti peng-gunaan bahasa Rejang saat berdialog dengan orang Rejang, melakukan adat istiadat Rejang, membuat dan mengkonsumsi makanan khas et-nis Rejang. Sementara masyarakat etnis Rejang banyak diantaranya yang menguasai bahasa Sunda, bercocok tanam padi sawah, beternak ikan di kolam, membuat peganan khas Sunda dan mengkonsumsinya. Acara kesenian jaipon-gan yang dibawakan oleh etnis Sunda sering pula ditonton oleh masyarakat etnis sikap saling menghargai dan meng-hormati antar kelompok yang berbeda etnis me-mungkinkan setiap kelompok etnis untuk dapat menjalankan kebudayaannya masing-masing. Kondisi masyarakat yang telah berintegrasi ini disokong oleh adanya kesamaan agama yang semakin mempersatukan dua etnis yang berbe-da ditambah adanya pernikahan campur yang menambah kokohnya pilar integrasi. Penduduk Imigrasi Permu yang berasal dari 108 Jurnal Kajian Komunikasi, Volume 1, No. 1, Juni 2013, hlm 95-108etnis selain Sunda umumnya memahami baha-sa Sunda, bahasa Rejang dan bahasa melayu dialek Bengkulu. Penduduk etnis Sunda di Imigrasi Permu biasanya menggunakan baha-sa Sunda saat berdialog dengan sesama etnis Sunda, namun saat berdialog dengan penduduk dari etnis Rejang bahasa yang digunakan bisa bahasa Rejang, Sunda atau bahasa melayu di-alek Bengkulu. Sementara itu apabila penduduk Imigrasi Permu dari etnis Sunda berdialog den-gan orang dari etnis lain selain etnis Rejang bi-asanya menggunakan bahasa Sunda atau bahasa melayu dialek antara etnis Sunda dengan etnis Rejang sebagai pribumi dan etnis lainnya di desa Imigrasi Permu sejauh ini berlangsung cukup harmonis tanpa ada konik yang berarti. Hubungan antaretnis tersebut berlangsung tan-pa hambatan yang berarti karena masing-mas-ing etnis telah saling menerima apa adanya. Berdasarkan temuan-temuan di lapangan, dalam laporan penelitian ini dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut a Pihak pemer-intah daerah diharapkan dapat memelihara hubungan yang harmonis antar berbagai etnis di Kepahiang dan menghormati kebudayaan yang berasal dari luar Kepahiang seperti yang telah berlangsung sejauh ini. b Setiap kelompok et-nis tetap saling menghormati kebudayaan lain, keadaam inidiharapkan dapat meredam potensi kon PUSTAKAAgusyanto, R. 2006. Pengantar antropologi. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas Terbu-ka. Anugrah, D dan Kresnowiati. 2008. Komuni-kasi antarbudaya, konsep dan aplikasinya. Jakarta Jala C. 2006. Interaksi sosial umat be-ragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawa. Jurnal Penelitian On-line IAIN Sumatera Utara W. B. dan Kim, Y. Y. 1992. Com-municating with stangers an approach to in-tercultural communication. New York Mc-Graw Hill 1993. Masalah kesukubang-saan dan integrasi nasional. Jakarta Pener-bit Universitas S. W. 1996. Theoris of human com-munications. USA Wadsworth Publishing N. Judith, dan Nakayama, K. T. 2000. Intercultural communication in contexts. New York D. 2000. Ilmu Komunikasi suatu pengantar. Bandung Remaja 2001. Metode penelitian kuali-tatif, paradigma baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung Remaja Ros-dakarya. _________. 2005. Komunikasi efektif suatu pendekatan lintasbudaya. Bandung Remaja M. M. 2003. Sosiologi kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama. Ja-karta Rajawali G. dan Goodman, J. D. 2004. Teori so-siologi modern. Jakarta Prenada A. H. 2005. Komunikasi antarbu-daya. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas D. S. 2004. Teori komunikasi. Ja-karta Pusat Penerbitan Universitas S. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta RajaGrando H. R. R. 2002. Interaksionis sim-bolik. Malang Averroes 2001. Metodologi penelitian so-sial. Bandung Mandar P. 1989. Interaksi antaretnik di be-berapa propinsi di indonesia. Jakarta Direk-torat Jenderal Kebudayaan J. H. 1991. The structure of sociolog-ical theory. Belmont CA Wadsworth Pub-lishing K. J. 1993. Realitas sosial reeksi lsafat sosial atas hubungan individu-mas-yarakat dalam cakrawala sejarah sosiolog. Jakarta Gramedia. ... Sementara komunikasi antarbudaya secara teoritis mengacu pada komunikasi antara orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai cara berperilaku kultural yang berbeda Nugroho et al., 2012. Selain itu, komunikasi antarbudaya juga tentang bagaimana budaya berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi apa makna pesan verbal dan nonverbal menurut budaya-budaya bersangkutan, apa yang layak dikomunikasikan, bagaimana cara mengkomunikasikannya verbal dan nonverbal dan kapan mengkomunikasikannya Heryadi & Silvana, 2013. Keterampilan ini jelas sangat penting untuk dimiliki setiap pegiat perdamaian. ...Rista Ayu MawartiThis study aims to analyze a series of efforts to improve the conflict management competence of peace activists through intercultural communication training. The main partners in this activity are the DNE Community and Gusdurian Malang City. The approach used in this service activity is the participatory and community development design which combines the involvement of the service team in training activities and evaluative analysis of the results. The results of the analysis of the implementation of activities show that 1 planning and implementation of offline training is carried out with good coordination even in a ppkm situation; 2 the activity can be said to have succeeded in achieving its objectives, which can be seen through the enthusiasm of the participants in participating in the activity and 85 percent of the participants experienced an increase in conflict management competence, while the other 15 percent still needed further assistance; and 3 training activities have the potential to become a medium for further civic education learning in the community because of the requirements for internalizing national values in improving conflict management ini bertujuan untuk menganalisis serangkaian upaya peningkatan kompetensi manajemen konflik para pegiat perdamaian melalui pelatihan komunikasi antarbudaya. Mitra utama dalam kegiatan ini adalah Komunitas DNE dan Gusdurian Kota Malang. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pengabdian ini yaitu desain participatory dan community development yang menggabungkan antara keterlibatan tim pengabdian dalam kegiatan pelatihan serta analisis evaluatif atas hasil yang ada. Hasil dari analisis pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa 1 Perencanaan dan pelaksanaan pelatihan secara luring dilakukan dengan koordinasi yang baik walaupun dalam situasi PPKM; 2 kegiatan dapat dikatakan berhasil mencapai tujuan yang tampak melalui antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan serta 85 persen peserta mengalami peningkatan kompetensi manajemen konflik, sementara 15 persen lainnya masih membutuhkan pendampingan lebih lanjut; dan 3 kegiatan pelatihan berpotensi menjadi media pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lanjutan di masyarakat karena syarat akan internalisasi nilai-nilai kebangsaan dalam meningkatkan kompetensi manajemen konflik.... Semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula potensi hilangnya peluang untuk merumuskan tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif Liliweri, 2003. Selanjutnya, Deddy Mulyana dalam Heryadi & Silvana, 2013 menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya intercultural communication adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang berbeda budaya. Muchtar et al. 2022 menyebutkan bahwa kebudayaan itu meliputi semua aspek kehidupan kita setiap hari, terutama pandangan hidup apa pun bentuknya baik itu mitos maupun sistem nilai dalam masyarakat. ...SafriandiEvi SriMuhammad Balia Febri NurrahmiEtnis Tionghoa adalah etnis minoritas di Kota Banda Aceh yang banyak berjualan di pasar Peunayong. Penelitian ini bertujuan untuk melihat akomodasi komunikasi etnis Tionghoa di kota Banda Aceh saat melakukan transaksi dagang dengan masyarakat Aceh. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap empat informan beretnis Tionghoa yang berjualan di pasar pagi Peunayong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etnis Tionghoa melakukan akomodasi komunikasi dalam berdagang. Mereka melakukan konvergensi dengan menggunakan bahasa yang sama dengan lawan bicara. Selain itu, peneliti juga menemukan divergensi karena ketidakmampuan menggunakan bahasa yang sama. Kemampuan multibahasa yang dimiliki oleh etnis Tionghoa ini yang menjadi kunci dari proses akomodasi komunikasi yang mereka lakukan. The Chinese ethnic in Banda Aceh City are ethnic minorities in Banda Aceh City who are predominant merchants at the Peunayong market. This study aims to look at the communication accommodation of ethnic Chinese in the city of Banda Aceh when conducting trade transactions with the people of Aceh. The research data were obtained through in-depth interviews and observation of four ethnic Chinese prticipants selling at the Peunayong morning market. The results of the study showed that the Chinese ethnic used communication accommodations in trading. They did convergence done by using the same language as the other person. In addition, researchers also found divergence in given the inability to use the same language. The multilingual ability possessed by the Chinese ethnic is the key to the process of accommodating their communication.... Peneliti terdahulu berhubungan dengan komunikasi ialah komunikasi antarbudaya, Hedi Heryadi & Hana Silvana dalam tulisannya yang melihat bahwa komunikasi mampu menyatukan masyarakat multikultur antar etnis sunda dan etnis rejang. Proses komunikasi yang dibangun melalui relasi timbal-balik Bahasa, kawin campur dan kesamaan agama kepercayaan Heryadi & Silvana, 2013 Hasibuan & Muda, 2018. Reni Juliani dkk melihat bahwa salah satu corak komunikasi antarbudaya antaralain proses asimilasi dalam ikatan perkawinan antara etnis Aceh dan etnis Bugis-Makassar Juliani et al, 2015. ...Aksa NoyaArtikel ini akan mengekplorasi model Strategis Co- Cultural Komunikasi budaya, penulis melihat urgensi kajian ini yang pertama, penelitian ini melihat komunikasi budaya yang berorintasi pada nilai sejarah dan budaya adat istiadat; kedua, penulisan ini melihat konflik antara masyarakat negeri Pelauw, dusun Ori dan negeri Kariu yang secara geografis memiliki wilayah yang sama, sehingga ketiga wilayah yang bertikai ini tidak berbeda secara budaya. Rekonsiliasi terpadu dalam penyelesaian konflik tanah antara Negeri Pelauw, Dusun Ori dan Negeri Kariu tergolong konflik masyarakat sipil, sehingga memerlukan intervensi yang melibatkan kerjasama berbagai pihak, sebagai wewenang pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Dalam hukum positif melalui peraturan daerah Kabupaten Maluku Tengah No. 04 tahun 2017 merumuskan bahwa Saniri negeri merupakan mitra dari pemerintah negeri. Dapat dilihat bahwa pemerintah perlu memfasilitasi Komunikasi antar lembaga adat saniri negeri agar dapat bersinergi dalam menyelesaikan masalah antar Negeri Pelauw, dusun Ori dan Negeri Kariu. Narasi asal-usul identitas inilah yang harus menjadi modal budaya dan spiritual untuk menciptakan sense atau rasa kolektif dari kedua pihak Tolok ukur efektivitas keberhasilan komunikasi budaya apabila masyarakat negeri Pelauw, dusun Ori dan negeri Kariu, mengedepankan yang nilai budaya yang berorientasi pada kesadaran sejarah, kesadaran hukum dan kesadaran akan kemanusiaan. Kesadaran akan kemanusiaan memiliki peran penting demi mewujudkan hukum demokarasi di Maluku. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif, dengan melihat kasus pertikaian dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh pemerintah, dan masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi wacana media. Begitupun penawaran konten komunikasi budaya yang lebih efektiv dan efisien dalam penyelesaian konflik batas tanah Negeri Pelauw, Dusun Ori dan Negeri Kariu.... When these migrants intend to settle in the area, they need to adapt to the area, both in terms of customs, language, culture, and others. In the adaptation process, difficulties will arise, both cognitive and affective [1]. ...Lisa Aprianti YusmidahHadawiah HadawiahAhdan AhdanPenelitian ini Bertujuan penelitian ini adalah 1 Bagaimana Komunikasi Antarbudaya Suku Bugis dan Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. 2 Bagaimana Bentuk Adaptasi Budaya Suku Bugis Terhadap Suku Tidung di Kalimantan Utara Studi Pada masyarakat Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan. Penelitian ini berlangsung selama satu bulan dan berlokasi di wilayah Kalimantan Utara Kelurahan Gunung Lingkas Kota Tarakan dengan informan sebanyak 8 delapan orang dimana mereka merupakan orang yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Tidung. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui dua cara, yakini data primer dan data sekunder. Adapun metode pengumpualan data dengan melakukan observasi, wawancara, dokumentasi, studi pustaka dan metode fonomenologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi sudah terjadi sejak dahulu dan hidup berdapingan, serta tejadi perkawinan antar suku, dan semua makhluk sosial memerlukan intraksi untuk melakukan proses komunikasi adaptasi terutama dari Suku Bugis selaku suku pendatang. Adanya perbedaan budaya antara Suku Bugis dan Suku Tidung tidak menjadi sebuah masalah selagi itu baik dan tidak NuhaulaUswatun Hasanah Maya OktavianiMixed marriages that occur between individuals with different ethnic backgrounds make individuals have unique dynamics and challenges. This research aims to determine the motives, experiences, meanings, or intercultural communication carried out by Indonesian-Turkish intermarried couples living in Istanbul. The research method used is phenomenological, exploring and revealing the similarity of meaning of a concept or phenomenon that becomes the life experience of a group of individuals who directly experience it. The data collection is through observation and interviews. This study's subjects were eight Indonesian-Turkish intermarried couples living in Istanbul, Turkey, which was selected by purposive sampling technique. The research results show that cultural differences influence the conflict in the household of intermarried couples between Indonesia and Turkey. However, cultural differences can be overcome by two-way, direct, and open communication so that there is tolerance and negotiation on both sides and no ongoing conflict. ABSTRAK Perkawinan campuran yang terjadi di antara individu yang memiliki latar belakang etnis yang berbeda, membuat individu memiliki dinamika unik dan tantangan yang akan dijalani. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan motif, pengalaman, makna atau komunikasi antar budaya yang dilakukan oleh pasangan kawin campur Indonesia-Turki yang tinggal di Istanbul. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode fenomenologi yang digunakan untuk mengkaji, menggali dan mengungkap kesamaan makna dari sebuah konsep atau fenomena yang menjadi pengalaman hidup sekelompok individu yang mengalaminya secara langsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui observasi dan wawancara. Subjek pada penelitian ini adalah pasangan kawin campur Indonesia-Turki sebanyak delapan orang suami istri yang tinggal di Istanbul Turki, yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa konflik dalam rumah tangga pasangan kawin campur Indonesia Turki dipengaruhi oleh perbedaan budaya. Perbedaan budaya dapat diatasi dengan komunikasi secara dua arah, langsung, dan terbukaFajar WajduCommunication is understood as a process of interaction between two or more individuals exchanging information using symbols so there is a mutual understanding between them. Every communication phenomenon requires a relationship between individuals or more who exchange information with the aim of conveying a message so each of the involved parties can understand each other. Thus, intercultural dialogue refers to a fact of communication in which participants with different cultural backgrounds are involved in a contact with one another, either directly or indirectly. The teachings of Islam as a religion that loves peace also recognize the existence of cultural diversity as a necessary thing. So Islam teaches its people to always build deep interactions lita'arafu between different cultural elements. It is, a dialogical attitude, an attitude of openness to build communication to all cultural elements that surround it. Nation, tribe and ethnicity, beside to religion, is one of the cultural elements that confirms the identity of human groups. These three cultural elements make people feel as part of a certain group and at the same time it makes them feel different from certain groups. Surah al-Hujurat verse 13 acknowledges human diversity. Even though we are both Adam's children and grandchildren, born from the same ancestor, we are aware that we are different both as a nation, ethnicity, race, and as part of a certain religion. Humans by nature always attach their identity to certain groups of people because of the similarity of characteristics. For example, the similarity of language, tribe, race, ethnicity, religion, history and residence. For this reason, the surah al-Hujurat verse 13 recognizes cultural diversity. As humans are culturally diverse, humans must know each other li taarafu or build a dialogical attitude on the top of the diversity that surrounds TlonaenLanny Koroh Ezra TariManusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang hidup sesuai dengan budaya dan ajaran agama yang dianut namun sebagai manusia biasa seseorang tidak pernah luput dari suatu kesalahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan ritual naketi uab, persepsi dan ideologi masyarakat mengenai naketi uab dalam pemulihan relasi komunikasi dan persepsi gereja tentang ritual naketi uab. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, pendekatan fenomenologi. Hasil penelitian ditemukan bahwa naketi uab merupakan ritual yang dilakukan oleh manusia untuk mengatasi atau mencegah suatu permasalahan baik secara sosial maupun spiritualitas. Pelaksanaan ritual naketi uab dilangsungkan dengan menggunakan tutur adat dawan Timor Uab meto yang memiliki makna tertentu dengan tujuan adanya keterbukaan, pemberian nasihat, sebagai sarana komunikasi dan juga untuk pemulihan relasi dengan diri sendiri, dengan sesama maupun dengan Tuhan sebagai pemilik kehidupan. Tujuan utama dari ritual naketi uab adalah untuk merefleksikan diri, memperbaiki kesalahan yang dilakukan dan memperdamaikan diri dengan sesama maupun Tuhan sebagai bentuk pemulihan relasi komunikasi. Pelaksanaan naketi uab pada dasarnya berlandaskan pada nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat antropologi dan ajaran agama yang dianut teologis oleh pihak yang terlibat. Humans are creatures created by God who live under the culture and religious teachings adopted, but one never escapes from a mistake as an ordinary human. This study aimed to describe and analyze the implementation of the naketi uab in the restoration of communication relations and the church’s perception of the naketi uab ritual. This type of research is qualitative research, a phenomenological approach. The result of the study found that naketi uab is a ritual performed by humans to overcome or prevent a problem both socially and spiritually. The implementation of the naketi uab ritual is carried out using the Timorese dawan uab meto speech which has a specific meaning with the aim of openness, giving advice, as a means of communication and also for restoring relationships with oneself, with others, and with God as a personower of life. The primary purpose of the naketi uab ritual is to self-reflect, correct mistakes made and reconcile with others and God as a form of restoration of communication relations. The implementation of nakti uab is based on the values prevailing in society anthropology and the religious teachings adopted theologically by the parties ErnovilindaLanguage is a communication tool for every human being and is used to convey ideas, messages, intentions, feelings, opinions to others or even to meet daily needs. Intercultural communication is a communication that frequently occurs in the community. Pragmatics is a branch of linguistics that discusses aspects of language as a communication tool. When combined with culture, intercultural communication that occurs in society can be understood. In order for a speaker's language to be accepted in a society, he needs to fully understand the rules that apply in that society, including an understanding of the appropriate use of certain language functions or speech acts. There is a close relationship between pragmatics and the concept of politeness. Politeness is fundamental in pragmatics because this is a universal phenomenon in the use of language in social contexts. The focus of this research is to identify the politeness strategies used by the two main characters in the Shanghai Knights film, Chon Wang and Roy O'Bannon, and analyze them in terms of the cultural background of the two main characters. This is a qualitative descriptive study. The results show that the politeness strategy used is strongly influenced by their cultural background. The strategy used most often is the bald-on record strategy while the Off-record politenses strategy is the strategy that is the least used by the two main characters of the film. This suggests that an understanding of politeness strategies is needed to realize face-threatening actions FTA. In other words, politeness strategies are used to maintain continuity and success in AgusyantoAgusyanto, R. 2006. Pengantar antropologi. Jakarta Pusat Penerbitan Universitas antarbudaya, konsep dan aplikasinyaD AnugrahDan KresnowiatiAnugrah, D dan Kresnowiati. 2008. Komunikasi antarbudaya, konsep dan aplikasinya. Jakarta Jala sosial umat beragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawaC BatubaraBatubara, C. 2006. Interaksi sosial umat beragama pada tiga desa pertanian di kecamatan tanjung morawa. Jurnal Penelitian On-line IAIN Sumatera Utara with stangers an approach to intercultural communicationW B GudykunstY Y KimGudykunst, W. B. dan Kim, Y. Y. 1992. Communicating with stangers an approach to intercultural communication. New York Mc-Graw Hill kesukubangsaan dan integrasi nasionalKoentjaraningratKoentjaraningrat. 1993. Masalah kesukubangsaan dan integrasi nasional. Jakarta Penerbit Universitas of human communicationsS W LittlejohnLittlejohn, S. W. 1996. Theoris of human communications. USA Wadsworth Publishing communication in contextsN MartinJudithK T Dan NakayamaMartin, N. Judith, dan Nakayama, K. T. 2000. Intercultural communication in contexts. New York Komunikasi suatu pengantarD MulyanaMulyana, D. 2000. Ilmu Komunikasi suatu pengantar. Bandung Remaja kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah YasogamaM M PolomaPoloma, M. M. 2003. Sosiologi kontemporer. Terjemahan Tim Penerjemah Yasogama. Jakarta Rajawali Press.